Langsung ke konten utama

Biografi Khalil Gibran

KHALIL GIBRAN

Khalil Gibran dilahirkan dalam lingkungan sebuah keluarga miskin pada 6 Desember 1883 di Bisharri, sebuah kota kecil di Lebanon Utara yang terletak di kaki pegunungan yang dianggap suci, Pegunungan Cedar (Jabal ar-Arz). Keluarga Gibran adalah penganut agama Kristen Maronit.Ayahnya seorang yang gagah dan tegar, tetapi pecandu arak dan judi sehingga membuat keluarganya hidup dalam kesempitan. Ibunya, Kamila Rahmi, anak seorang pendeta gereja Maronit,Istifan Rahmi. Dari suaminya terdahulu, ibu Gibran memeroleh satu anak, yaitu Boutros, sementara dari ayah Gibran ia memeroleh tiga anak, yaitu Gibran, Mariana, dan Sultana.Gibra Bersekolah di Boston (1895—1897) Bersekolah di Madrasah al-Hikmah, Beirut(1896—1901). 
Menetap di Paris untuk belajar seni pada Auguste Rodin.

Karena kesulitan ekonomi di Lebanon, keluarga ini akhirnya pindah ke Amerika. Mereka tiba di Boston pada 1894 meskipun dalam kenyataannya kehidupan ekonomi mereka tidak begitu membaik. Bakat kesusastraan dan melukis Gibran mulai menonjol sejak ia bersekolah di Boston (1895—1897). Pada 1896—1901 Gibran kembali ke Lebanon dan bersekolah di Madrasah al-Hikmah, Beirut. Setelah lulus dengan pujian tinggi dari al-Hikmah, Gibran mengembara ke Yunani, Italia, Spanyol, dan akhirnya menetap di Paris untuk belajar seni. Di sinilah ia belajar dan mendapat pengaruh kuat dari pematung ternama Auguste Rodin.Gibran kembali ke Boston pada 1902 karena mendapat kabar bahwa ibunya sakit keras. Ibu yang sangat memengaruhi Gibran ini akhirnya meninggal pada 28 Juni 1903 setelah didahului oleh adiknya, Sultana (4 April 1902) dan kakaknya Boutros (12 Maret 1903). Kematian orang-orang yang sangat disayanginya ini sangat membekas pada diri Gibran yang sangat jelas terekspresikan dalam karya-karya yang ditulisnya.





Hidup dalam dua kutub ranah budaya, Timur dan Barat, Gibran menjelma menjadi manusia kosmopolit yang tidak terikat pada kebangsaan dan kebudayaan tertentu. Ia telah megalami “transendensi yang melampaui batas-batas kebangsaan dan kebudayaan menuju kemanusiaan sejagad,” begitu tulis Fuad Hassan dalam buku tabat manusia tanpa memandang batas bangsa dan budaya. “Jagad adalah negeriku dan keluarga manusia sukuku,” katanya dalam Suara Penyair (Pustaka Jaya, 1988).

Hal yang barangkali tidak banyak diketahui orang adalah bahwa Gibran adalah seorang pelopor reformasi sosial. Dampaknya tampak nyata pada perubahan yang terjadi di negerinya, Lebanon. Menurut Fuad Hassan, “Kiranya tidak keliru untuk menyimpulkan bahwa meluncurnya proses perubahan sosial yang terjadi di Lebanon banyak sekali dipengaruhi oleh kritik sosial yang secara tajam dan gencar dilancarkan Gibran melalui tulisan-tulisannya.”

Bukti kritiknya yang tajam terhadap kalangan gereja adalah dibakarnya karya Gibran, Spirits Rebellious, di muka khalayak ramai di pasar Beirut dan jatuhnya hukuman ekskomunikasi dari pimpinan gereja Maronit terhadap Gibran. Peristiwa ini juga membuktikan sisi lain sosok Gibran sebagai seorang pemberontak terhadap ketidakadilan dan kemunafikan. Ia mencecar habis kaum agamawan dan pihak gereja. Untuk apa dibangun gereja yang megah jika para penganutnya berada dalam kemiskinan yang berkepanjangan? Mengapa para pendeta hidup mewah, makan roti segar, dan minum anggur lezat sementara para penganutnya memeras keringat untuk sekadar hidup? Dengan perumpamaan yang tepat dan menohok, Gibran melalui cerita “Khalil si Murtad” (dalam Spirits Rebellious) bertanya kepada para biarawan, “Jesus telah mengutuk kalian sebagai domba di tengah serigala; lantas, apa yang menjadikan kalian ibarat serigala di antara domba-domba.”

Bagian paling “tragis” dalam kehidupan Gibran adalah kisah cintanya dengan dua wanita, yaitu Mary Haskell dan May Zidah. Mary Haskell adalah wanita Amerika yang sepuluh tahun lebih tua daripada Gibran dan diketahui sangat berpengaruh terhadap perkembangan Gibran sebagai penyair dan pelukis. Ia pula satu-satunya wanita yang pernah secara resmi dipinang oleh Gibran, tetapi ditolak karena berbagai macam pertimbangan. May Zidah adalah sastrawati Arab kelahiran Nazareth (1908) yang menjalin hubungan cinta melaluii surat menyurat sampai ke akhir hayat Gibran.

Hubungan cinta yang tampak jelas dalam surat-surat mereka yang sudah dipublikasikan sering dijadikan contoh cinta platonis sejati (lihat Surat Cinta Khalil Gibran, Pustaka Jaya, Cetakan ke-9, 2003). Hal ini merupakan kisah yang sesungguhnya tidak terbayangkan karena Gibran tidak pernah mengetahui wajah May, bahkan melalui sehelai foto pun.

Khalil Gibran adalah penyair ternama yang karya-karyanya mencerminkan ranah budaya Timur dan Barat. Karya-karyanya yang penuh perlambangan digemari pelbagai kalangan, termasuk di Indonesia. Kisah hidupnya sendiri penuh kesulitan: dari soal ekonomi, ditinggal mati orang yang dicintai, sampai kisah cintanya yang platonis dengan May Ziadah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi Sujiwo Tejo

Profil / Biografi Sujiwo Tejo Agus Hadi Sudjiwo (lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962; umur 47 tahun) atau lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejo adalah seorang budayawan Indonesia. Ia adalah lulusan dari ITB. Sempat menjadi wartawan di harian Kompas selama 8 tahun lalu berubah arah menjadi seorang penulis, pelukis, pemusik dan dalang wayang. Selain itu ia juga sempat menjadi sutradara dan bermain dalam beberapa film seperti Janji Joni dan Detik Terakhir. Selain itu dia juga tampil dalam drama teatrikal KabaretJo yang berarti "Ketawa Bareng Tejo". Dalam aksinya sebagai dalang, dia suka melanggar berbagai pakem seperti Rahwana dibuatnya jadi baik, Pandawa dibikinnya tidak selalu benar dan sebagainya. Ia seringkali menghindari pola hitam putih dalam pagelarannya. Saat kuliah di jurusan Matematika dan jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung, hasrat berkesenian Sujiwo mulai berkembang. Sa...

Biografi Tjokroaminoto

Biografi Tjokroaminoto Oemar said Tjokroaminoto lahir di Ponorogo,Jawa Timur pada 16 Agustus 1882. Memiliki istri bernama Suharsikin , beragama Islam ,mempunyai 5 anak yaitu Siti Oetari,Oetariyo Anwar Tjokroaminoto,Harsono Tjoroaminoto, Siti islamiyah, Ahmad Suyud. Wafat di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada usia 52 tahun dikarenakan sakit. Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau lebih dikenal dengan nama H.O.S Cokroaminoto merupakan seorang pemimpin salah satu organisasi yaitu Sarekat Islam (SI). Cokroaminoto adalah anak ke2 dari 12 bersaudara dari Ayah yang bernama R.M Tjokroamiseno. De Ongekroonde Van Java atau “Raja Jawa Tanpa Mahkota” bernama Cokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di Indonesia dan sebagai guru para pemimpin besar diIndonesia, berangkat dari pemikiran ialah yang melahirkan berbagai macam ideologi bangsa Indonesia pada saat itu. Tjokroaminoto adalah orang yang pertama kali menolak untuk tunduk pada Belanda, setelah ia meninggal lahirla...